SIMFONI
(Subagio Sastrowardoyo)
"Aku tidak bermain bagi babi babi!"
gerutu Beethoven
Kita yang berdiri di tengah abad
di bilang dua puluh
dan menyangka hari jadi telah tertinggal jauh
makin samar :
mana asal, mana kejadian
mana jumlah, mana kadar
makin samar :mana mulia, mana hina
mana kemajuan, mana kemunduran
katakanlah :
adakah kemajuan
kalau kita lebih banyak mendirikan
bang atau ruang gudang
dari kuil atau masjid
kalau kita lebih menimbang kasih orang
dengan uang dari hati
kalau kita lebih percaya kepada barang
dari bayang - Atau kemunduran? -
katakanlah
mana lebih mulia :
kepala atau kaki
sifat ilahi atau alat kelamin
semua melata di bidang demokrasi
mana lebih dulu :
Tuhan atau aku
Dia tak berbayang
kalau aku tak berangan
Tuhan dan aku saling berdahulu
seperti ayam dengan telur
siapa dulu?
siapa manusia pertama :
Adam, Kayumers, atau Manu
Kitab mana harus dipercaya :
Quran, Avesta, atau Hindu Weda
Kapan dunia ini bermula :
di Firdaus, di Walhalla, atau Jambudwipa
Mengapa tidak di sini, di waktu ini
dan lahir seorang Adam di setiap detik dan tempat
dan terdengar Kalam Tuhan di setiap sudut di darat
Aku juga Adam
yang terusir dari firdaus
karena dosa, karena kelemahan
karena goda perempuan
Dunia berhenti
dan bermula lagi
Mana lebih kekal :
Tubuh atau nyawa
Mana lebih haram :
Benda atau cita
Mana lebih keramat :
Angka atau makna
Makna itu keramat
karena tersimpan di hakikat
Juga angka
Meski jarang lagi
yang gemetar melihat angka
gasal : tiga, tujuh,
atau tiga belas
yang tersurat pada dada
tanda jasad
Angka ganjil, angka keramat
Ganjil seperti letak empu
terselit di antara jari.
Ganjil seperti puncak gereja
yang menunjuk ke arah mega
Penglihatan ini makin samar
Makin samar.
**
Sebuah sajak kenang kenangan dari sebuah lembaran buku lama peninggalan seseorang di rumah. Sajak yang selalu tak pernah bosan aku bolak balik di lembar yang sudah menguning termakan usia itu.
Sajak adalah hasil ijtihad (perjuangan pemikiran) yang mencoba berusaha jujur. Jujur dengan apa saja: dengan keadaan sosial, dengan hati, dengan nurani, dengan cinta, dengan kalbu, dengan kegelisahan, dengan keberanian, dengan kecurangan, dengan segala macam selambu yang sengaja atau tak sengaja dipasang oleh alam manusia.
Sajak adalah media terbuka sekaligus terselubung untuk menyiasati ke-denotatifan akal; atau malah men-denotatifkan ke-konotatifan akal. Sajak tak pernah sekalipun berupaya jahat menipumu, mengakalimu dengan memanggil "Hujan" sebagai nama lain "Wahyu", memetaforakan "Matahari" sebagai wujud lain "Pengetahuan". Sajak adalah sajak. Ia berdiri atas usahanya membuat seseorang berpikir. Membuat seseorang tidak kaku, tidak monoton, tidak keukeuh. Menjadi guru yang setia tak pernah mengeluh serta tak menuliskan rapor pada anak didiknya. Sajak adalah pembebasan bertanggung jawab akal dalam menghikmahi setiap deretan kata.
Lalu bagaimana menyoal Sajak yang ngobral gombalan?
Dusta jahanam, kah? Hehehe ...
Soal rayu merayu, gombal menggombal, siapa saja boleh melakukan. Namun sebelum memvonis, lihatlah dahulu dengan hati yang jernih apa definisinya, apa hakikatnya. Apa makna di balik hijabnya. Kamu andai beli produk susu bubuk kan mesti melihat dulu: berapa kalorinya, berapa lemaknya, berapa proteinnya, cocok nggak untuk peminumnya; bukannya langsung main comot, masukkan ke keranjang, bayar jebret tunai di kasir, lalu mengantonginya pulang.
Ya, kecuali kalau Kamu termasuk golongan kaum yang termakan gombalan si iklan susu bubuk, yang sekali minum bisa instant membuatmu berbadan kotak kotak kayak papan catur atau langsing mirip biola Spanyol.
Liatkanlah yang kaku denotatif dengan gairah lentur konotatif.
Mahfumilah yang terlihat konotatif dengan kesederhanaan denotatif.
Jangan sampai seperti kata Pak Subagyo tadi:
makin samar : / mana asal, mana kejadian / mana jumlah, mana kadar //
makin samar : / mana mulia, mana hina / mana kemajuan, mana kemunduran //
Tapi aku yakin sekali, Kamu tentu bukan yang seperti kata kata dalam Sajak itu, kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar