utopis atau mungkin ke dalam liak liuk cat air di atas wajah memutih kanvas.
gelap - pernah bibirmu melafalkannya berulang ulang kali - tak ayal membuat ishtar mengukir
elok jati dirinya : Perempuan suci yang turun membawa air dalam tangkup tangannya
sementara senyumnya menelanjangi kusut kekafiran penadah penadah mimpi.
Tuhan sibuk melempar teka teki kepada kita. kehendaknya menjungkir balikkan
impian ( apakah orang masih sibuk bermimpi ) sementara kenyataan kadang tak sepenuhnya
nampak sebagai intisari kebutuhan yang tak terjangkau otak sempit pengungsi nirwana.
untuk berapa lama lagi aku bisa menerawang jendela coklat yang kau buat setahun lalu?
rencanapun tak selembar aku ingat menulisnya. aku hanya tahu bahwa bahasaku tak cukup
ampuh menyalami kerinduanmu yang mendayu dayu seperti ilalang disenggol penari angin.
ini hari pun aku masih menghadirkan bayangmu dalam jeda senggang waktu : di batas senjanun jauh ( jauh tapi serasa di ujung lidah ) dan bulan sabit yang terukir amat manis
itu menjemput kedatanganku. siluet jingga nampak kontras dengan kedua bola matamu.
pernah sekali aku merasa itu nyata ( itu harusnya nyata, kan? ) dan aku tak butuh apa pun
untuk menyambung nafasku ini. cukup desir desir ayatmu yang mengalir bagai alun simfony.
tunggulah, mungkin teka teki Tuhan belum tergenapi. ada kotak yang kosong, seperti TTS
raih satu huruf dan jalin ia ke dalam rahim kehidupan.
aku pun simfony, butuh beberapa tangkai not untuk melahirkanku di ruangan kecil ini.
nah, kini not itu tersimpan di hakikat. aku tak pandai mengeja hakikat. itu masalahmu dan Allah
tak perlu aku membuka pintu keintiman kalian. hingga tempias detik ini .. ya tempias detik sepi ini
insyaallah, aku masih mematri hatiku pada hatimu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar