Kamis, 31 Maret 2011

Naik Naik ke Atap Lahta ... ^ ^

Tempatnya terlihat jelas, namun dia jarang - bahkan tidak pernah - sering terlihat mengundang seseorang untuk barang sekedar menyalami keheningannya. Ketika Kamu menuju ke arahnya, setelah sebelumnya meniti satu demi satu anak tangga licin itu; bergelut sedikit dengan palang besi dan seng yang mangkrak membujur membatasi langkah; lalu ups! harus merunduk agar tidak terantuk atap sengnya, Kamu akan mendapati liarnya keadaan di sana.

Ada bangkai kayu yang sudah hitam lapuk dimakan matahari dan gerimis. Lalu tumbuhan hijau nakal yang seiring desir hujan menjadi penghuni komunitas kecil di sana. Dan .. entah antah berantah apa lagi yang nyungsep di plesterannya yang kehitam hitaman.

Ketika sudah berdiri di sana, coba tengok ke berbagai arah penjuru sekitarmu. Kalau menghadap Barat, maka di depan dan disamping kirimu adalah rumah tetangga sebelah kantor. Di depanmu ada pohon tinggi rimbun - begitu juga di rumah sebelah kirimu yang ternyata pohon mangga. Kadang dari sana terdengar ada kesibukan kecil - suara orang men-deplok bubuk kopi. Namun ini jarang sekali, selebihnya kedua rumah itu selalu terlihat lengang. Sangat lengang.

Kalau Kamu berada di atapnya, lalu musim sedang hangat hangatnya di sore hari, kamu bisa melihat langit setingkat lebih dekat dari biasanya. Mengagumi lautan yang tidak berombak itu dengan puas. Lalu bercanda dengan siulan Angin yang menelusup di sela helai rambutmu atau sekedar memain mainkan ujung lengan bajumu. Ya ... makhluk tak berbentuk itu selalu ada di sana.

Satu hal yang luput dari perhatian adalah ketika Kamu berada di atasnya, lalu menengok ke arah Timur, akan ada tulisan jelas di sana: Klub Lare Osing .. bla bla bla... Entah ini semacam catatan peninggalan para kuli dari Banyuwangi yang dulu mengerjakan rehab gedung ini atau sekedar keisengan untuk mengerjai Panitia Kualitas Barang, namun harus diakui mereka sukses mengelabuhi pandangan mata kami akan "gantengnya" kantor ini ketika menatapnya dari jalanan di depan.

*

Angin sedang bagus hari itu dan Gusti yang Maha Kuasa rupanya mengabulkan tentang kerinduanku akan  matahari sore yang dengan sangat ajaibnya berhasil membujuk gerimis untuk mengalah sehari saja. Halaman kecil di atap Lahta itu memanggilku untuk menyalaminya. Selalu saja sama, bahkan corat coret kegelisahanku di dinding itu masih belum dilunturkan gerimis, walau memang tulisannya sudah acak acakan tak jelas lagi (lha, memang sejak kapan tulisanku pernah bagus??? Ah, sial! mengapa jadi mengungkit tulisan sendiri begini?? >,<)

Kebetulan di sana ada batu bata merah. Pecah pecah tak utuh lagi. Iseng iseng di lantainya, aku gambar satu buah kotak; lalu tiga kotak; satu kotak lagi; tiga kotak lagi; lalu satu kotak, satu lagi; dan satu lagi. Yup! Jadi sudah kotak permainan engklek yang legendaris itu. Hehehe .... (jadi main engklek deh, walau sebentar saja hehehe ....).

Ah, suatu tempat di atap Lahta. Mungkin jika nanti orang orang di sini memperhatikanmu, lalu membenahi dirimu pasti kau akan terlihat sangat manis sekali. Dengan begitu mungkin, ketika Malam Tahun Baru, akan ada yang mau menyambangimu, membawa panggangan jagung atau barbekyu dan sekerat minuman dingin, lalu menyalakan kembang api di detik detik yang menutup seluruh perjalanan suatu tahun. : )

Yah ... semoga saja akan ada yang seperti itu ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar