Pertengahan Maret. Kalau kamu sedang berada di belahan dunia entah dimana, coba tengadah ke atas. Ke langit hitam. Dan jika sedang beruntung dengan tidak diguyur hujan atau kabut, bisa kamu dapati rembulan sedang purnama sempurna.
Mata yang indah itu bundar penuh dengan kilau emas keperakan. Kadang sih memang, ada awan tipis yang coba mengganggu. Tapi yah, tetap saja tidak mampu menutup tekad purnama yang sedang ingin cantik-cantiknya.
Banyak karya, legenda, tradisi, dan mitos yang tentu sudah kamu ketahui tentang bulan ini. Dari tradisi paganisme kuno, dongeng Putri Kaguya, atau mitos Kelinci-Kelinci bulan. Semua memuja bulan dengan cara dan perasaannya masing-masing.
Termasuk syair lagu ini: "Lihatlah bulan yang sama agar kita merasa dekat. Lihatlah bulan yang sama agar kita tetap dekat." Sederhana dan manis sekali bukan?
Yah...bulan memang ada jauh di sana. Tapi dia juga menghubungkan jarak kita yang dipagari geografis. Kalau saya ada di sini dan kamu ada entah dimana, dengan melihat bulan yang sama seolah tak ada dinding yang memagari kita.
Ah Sial, saya terlalu melankolis rupanya malam ini. Di antara lampu-lampu kota, saya merasa malam dan jalanan berkomunikasi dengan cara yang dramatis. Dan bulan di atas sana ..... apakah kamu juga tengah memandangnya?
Bulan, malam, dan susu chocopandan. Ah, Selamat malam kota sejuta ephemera. Selamat tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar