Kamis, 14 April 2011

Noir Rain

Entah mengapa, di Kota ini Hujan selalu mendera
kadang manis berwujud Gerimis; kadang kejam seperti langkah gajah.

Selayaknya dalam roman yang sering Kita baca atau lihat

: Hujan begitu menentramkan Cinta;

saat tampiasnya manja menepuk nepuk pipi sang Wanita
sebelum akhirnya si Lelaki mengusapnya dengan hangat kasih sayang.

Namun, entah mengapa, di Kota ini Hujan tak henti mendera
dan lebih terlihat seperti wajah Kota dalam seluloid Kala

: Hujan penabur gersang.

Hujan Gelisah.
             Hujan Hampa.
                               Hujan Jelaga.
Seperti kanvas di Langit Maghrib.

Ah, ...
Kacamataku yang pecah atau jiwaku yang punah

?

Samar, teletik teletik itu mulai bersahut sahutan di atas atap.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar