Senin, 10 September 2012

Catatan Kenangan : Lebaran, Mudik, Kabar Kota Kelahiran



Menjelang Idul Fitri 1433 H.

Kebiasaan yang sudah turun temurun masyarakat Indonesia di hari menjelang kembali fitrah adalah mudik. Pulang ke kampung halaman setelah 11 bulan lamanya meluangkan sebagian besar waktu di kampung seberang untuk kuliah, kerja, atau yang lainnya.

Lebaran kali ini, alhamdulillah, masih diberikan kesempatan mudik. Sudah 3 tahun, spirit of mudik itu bisa dinikmati lagi. Saat-saat packing barang, ke Primadona membeli sekotak oleh-oleh, berburu angkutan menuju rumah, ah ….

Indahnya mudik itu memang terlalu unik untuk disampaikan (bukan begitu, yang baru pertama kali merasakan mudik? : )

Selesai upacara 17 August, Aku yang sudah prepare semenjak semalam, langsung cabut ke Tawang Alun. Dennik, teman satu kota perantauan, menawarkan Aku semobil dengan keluarga kecilnya yang juga mudik. Sebenarnya sampai Malang, tapi aku minta sampai di terminal saja, karena sudah ada janji dengan perantau lain – Pak Bambang – yang juga akan kembali ke bumi Arema.

Mudik dengan mobil Pak Bambang ditemani keluarga kecil Mas Rudi (juga rekan satu kerja) benar-benar terasa berbeda. Jika biasanya mudik melewati jalur Pantai Utara Jawa, kali ini kami mudik melintasi jalur lintas Semeru Selatan yang berkelak-kelok mengikuti kontur pegunungan itu.

Ini adalah pertama kalinya Aku mudik lewat jalur selatan itu. Seperti layaknya gunung, suasananya masih asri, hijau, sedikit berkabut, dan penuh kelokan (ini yang kemudian sering bikin istri Mas Rudi mual dan muntah muntah hehehe ...)

Kalau sebelumnya hanya dapat melihat jembatan timbang di Klakah, perjalanan di jalur selatan mempertemukanku dengan Jembatan Perak. Gladak itu membentang memisah gumuk dan masih tergolong baru. Jembatan lama yang asli berada dekat sana dan sudah tak digunakan. Konon, di jembatan lama itulah, peristiwa pembuangan orang-orang yang dicap anggota partai komunis dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.


Kami memasuki Kabupaten Malang Selatan dari arah Tirtoyudho. Kuperkirakan dua jam perjalanan sebelum kami melaju tenang di Kotamadya. Selepas mengantar keluarga Mas Rudi ke Danau Tes, Pak Bambang mengantarkanku pulang sampai rumah.

Hehehe, maaf ya Pak, merepotkan sekali Aku ini. :D

*

Malam takbiran.

Jalanan double way Soekarno – Hatta sudah padat sejak maghrib saat Aku dan kawan-kawan ngabuburit mencari tempat yang pas untuk buka puasa bersama di puasa terakhir tahun ini.

Ini adalah buka puasa bersama paling kacau yang pernah kualami. Bayangkan, kami sepakat bahwa akan mencari tempat berbuka di sekitar Soekarno-Hatta, tapi nggak tahu di mana pastinya. Jadilah perjalanan yang tanpa arah itu malah membuat kami keliling Malang. Padahal di kanan kiri jalan banyak sekali warung.


Entah yang model apa yang dicari anak anak itu ... -,-”

Kebingungan mencari tempat makan ini terus berlanjut bahkan menjelang adzan Maghrib bergema. Warung makan hanya kami lewati. Kalau sudah jauh baru pengen balik. Ehh... waktu balik ke si warung itu ternyata mereka masih simulasi melayani pelanggan alias belum menerima pelanggan. Kampreeeetttt!!!

Tina, temanku, yang sudah jengkel dengan keadaan yang saling menyalahkan dan nggak jelas itu, akhirnya memaksa kami berlabuh membatalkan puasa di Alfamidi. Buka puasa dengan sebotol teh manis. Itupun dibagi untuk lima orang. Hahaha. Busyet benar.

Dari Sawojajar, lurus ke Sulfat, muter muter Sumbersari, mengitari Soekarno-Hatta, ragu ragu di ITN, sampai saling mengomel di Sigura-gura, hanya demi sebotol teh manis di Alfamidi??!! 

Alhamdulillah ..... -,-”

Kebodohan dan kehebohan mencari tempat makan itu akhirnya menjadi bahan tertawaan kami di Rumah Makan Parijoto, dekat RS Unisma. Eits, di rumah makan ini, masih saja ada kesialan yang menimpa. Dari petunjuk lokasi rumah makan yang salah, menu yang habis karena nasinya belum bisa dipastikan kapan adanya (suer, ini parah banget), sampai yang rasanya keasinan.

Tapi, tak mengapalah. Aku harus berterima kasih pada kesialan di ujung puasa tahun ini. Dengan kesibukanku di Jember, sangat sedikit sekali waktu bertemu dan sekedar hang out bersama teman teman lama.

Sekedar tertawa untuk hal hal bodoh semacam tak tahu arah masjid atau ukuran sendok makan yang sebesar sekop pasir. Hehehe.... Cuma bersama kalian aku bisa tertawa lepas semacam itu. 

Arigato. : )

*

Gema takbir.

Dusun Gambiran terletak di Kabupaten Malang arah Kepanjen. Sudah menjadi ritual bagi kami ketika Idul Fitri untuk sungkem ke kakek-nenek. Keluarga dari ibu adalah yang paling sepuh di antara pohon keluarga kami.

Dusun semakin berkembang. Menggeliat. Infrastruktur jalan Jalibar yang baru dibangun, entah kenapa Aku melewatkannya, semakin memberi alternatif mobilisasi para pengguna jalan.

Di tengah itu semua, masyarakat dusun yang sudah mengenyang tiga zaman bangsa ini, masih saja terlihat tegar. Walapun waktu memang tak bisa dibohongi, tapi modernisasi seakan tak membuat mereka tersingkir. Termasuk kakek – nenekku.

Usia mereka aku tak tahu pasti. Bahkan mungkin ibu juga tidak bisa menerka pasti kapan nenek dilahirkan. Beliau telah melewati masa Ratu Wilhelmina, Soekarno, Sjahrir, Aidit, Suharto, Habibie, hingga kini di eranya Cherrybelle.

Pun demikian kakek. Orangnya tinggi dan tidak banyak bicara. Perokok super berat dan masih setia menyambangi sawah. Setiap lebaran beliau selalu menyempatkan memberi wejangan yang sama setiap tahun. Semacam doa yang dilafalkan dalam bahasa Jawa.

Dari satu lebaran ke lebaran berikutnya, yang terus bertambah dan patut disyukuri dari keluarga ini adalah para keponakanku. Mereka ini.... semakin banyak saja. Hehehe. Yang paling tua baru lulus SMK. Yang paling kecil setahun kemarin pecah tangis pertamanya.

Yah doakan saja Pamanmu ini agar cepet menyusul punya ya. Hehe :D

*

Sisa Liburan Lebaran

Di beberapa hari terakhir liburan lebaran, kebiasaan lama adalah bersilaturahmi ke rumah teman teman SMP atau SMA. Mereka yang pernah dekat dan kini saling berjauhan karena masalah pekerjaan. Ada yang di Kalimantan, satu di Makassar, lalu beberapa lagi masih di Malang tapi tak pernah bertemu karena kesibukan masing masing.

Dari Eco Green, Jatim Park, Batu, Kedai STMJ, hingga lapangan futsal, kalian lah yang selalu membuat Aku tertawa lepas. Untuk hal hal bodoh di masa lalu atau masa kini. Sekali lagi terima kasih untuk pertemuan dan malam malam yang penuh canda.

Cerita Lebaran tahun depan, inshaAllah akan lebih indah. Amien. : )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar