Minggu, 21 September 2014

Gerbong Nomor 4

Hey, apa yang kamu lihat di seberang?


Jendela tempatmu melamun dan bersandar seolah tiada henti bercerita. Tentang gerimis pagi di stasiun atau sorot menyala di pergeseran hari. Ada rasa yang tertinggal, ada juga yang menunggu jemputan seiring dinding kaca itu bergeser.

Ketika ia melambat untuk berlabuh pada suatu perhentian, kamu dengar beragam bahasa merambat di kawat-kawat udara. Manusia menyampaikan gelisah dan harap di tengah lalu lalang yang seolah tiada henti. Kamu lalu berangan, jika Tuhan punya kotak pos untuk menampung semua itu, tentulah lebih dan lebih luas lagi dari gerbong tempatmu termangu-mangu kini.

Pukul 17:17. Lokomotif kembali bersiul. Matahari hampir tenggelam di Barat. Senja kali ini kamu bersanding dengan puncak-puncak agung pegunungan. Sambil menopang dagu, kamu teringat “Sepotong Senja Buat Pacarku”, karya Seno Gumiro. Betapa manis bayangkan, ada orang mau memotong Senja, dikejar polisi, membuat Senja tiruan, sebelum menyerahkan Senja aslinya sebagai pemberian tanda cinta?

Ah, sebelum khayalan itu merambat jauh, kamu buru-buru menyudahinya. Rupa-rupanya jendela tempatmu melamun dan bersandar tak menyisakan apa-apa. Hanya hitam. Tanpa sadar kamu memejam. Alam bawah sadarmu menggoda. Ia bangunkan kamu di tengah dongeng Troubadour. Negeri tanpa nama yang hanya ada dalam mitos. Tokoh-tokoh yang menceritakan Kebenaran, namun terbentengi modernitas dan ilmu-ilmu perkuliahan.

Betapa hitam-putih dunia ini, batinmu ketika Gerbong nomor 4 bersandar di suatu stasiun tanpa nama. Orang hanya bisa memilih menjadi benar atau salah saja. Tak seperti dongeng atau wayang di kampung halaman. Bahwa benar dan salah itu hanya penyeimbang. Dimana seorang Prince Charming belum tentu sebaik dugaan. Atau Rahuvana belum tentu seburuk yang disangka.

Di dalam tayangan sepekat kopi ini, jendela keretamu menampilkan suar-suar kecil mirip kunang-kunang. Tak ada suara. Semua orang mendatangi ruang rindunya masing-masing. Kereta pun melaju. Gambar-gambar di sampingmu berkelebat. Cepat. Makin cepat. Di sisa malam ini kamu berharap melihat Aurora Borealis. 

*

P.S.: Karena kebanyakan ketawa, jadi ndak konsen bikin ceritanya. :D

Kamis, 04 September 2014

Titip Kangen, Buat ...


Summer has come and passed. The innocent can't never last. Wake me up when September ends. Like my father's come to pass. 7 years has gone so fast....

*

Kamu adalah orang yang beruntung. Jika sampai tulisan ini mampir di sela siang atau malammu, kamu masih punya sepasang panutan hidup. Mereka yang tidak jenuh dan setia mengajarimu tentang kelap-kelip hidup. Ayah-Ibu.

Saya dan Billie Joe Armstrong tak punya kesempatan seperti kamu. Masa remaja hingga kini, kami sudah melalui tanpa lelaki bernama Ayah atau Bapak itu di rumah. Baik saya maupun dia, pernah (dan mungkin masih) gamang menerima berbagai sisi yang dilakonkan panggung besar ini, tanpa wejangan, marah, tangis, dan duka dari sosoknya.

Allah memang Maha Pembuat Teka-teki. Ketika Bapak berpulang, Dia menawarkan kepada saya dan Ibuk pertanyaan-pertanyaan bermacam rasa. Pahit. Getir. Tangis. Tawa. Renung. Bimbang. Hilang. Dan semua rasa yang bahkan tak pernah kami ..... ingin lalui, seandainya kami tahu itu tanpa Bapak.

Saya iri dengan kamu.

Di saat kamu dan mereka yang lain diajari oleh ayah-ayah kalian memancing, bermain layang-layang, belajar menyetir mobil, dijemput karena pulang kemalaman, saya ndak punya moment sebanyak kalian itu. Di saat kalian dimarahi karena bandel, dibelai rambutnya karena lulus sekolah, saya ndak punya banyak kesempatan itu.

Saya ndak sempat beradu debat tentang politik dengannya. Saya pun melewatkan banyak pertandingan bola tanpa dia menemani. Hingga kelak saya akhirnya menikah, saya pun tak akan mendengar doa restu itu keluar dari mulutnya. 

Ah, alur cerita-Mu memang penuh teka-teki Tuhan. 

Hari ini, jika kamu sedang bersama dia, entah kamu mulai melihat uban bertebaran di rambutnya atau bahunya meletih sebab seharian mencarikan coklat atau Barbie untukmu, sambutlah dia dengan canda dan cinta. 

Hargai dan nikmati kebersamaan itu. Karena ia takkan bisa berpaling kembali. 

Allah, titip kangen ya buat Bapak. Sebentar lagi Oktober ke-12. Dan maaf, hari ini aku mengeluh lagi .....