Senin, 25 Agustus 2014

Pada Makhluk Tuhan yang Katanya (tak) Berakal


Manusia. Dia punya akal pikiran. Benarkah? Secara anatomis iya, tapi secara metafora tak semua dari kita akan mengiyakan hal itu.

Umpatan seperti:
"Ndak punya otak!"
"Otakmu dikemanakan? Gitu aja gak bisa!"

dan semacamnya menunjukkan bahwa akal pikiran tentu memiliki parameter sehingga bisa mendapat pemakluman.

Lalu, seperti apa parameternya?

Kapasitas akal pikiran (otak) antara satu orang dengan orang yang lain tentu berbeda. Si A bisa gamblang menerjemahkan Hukum Newton sampai ke akar-akarnya, tapi belum tentu ia mengerti detil Hukum Gossen. Si B bisa saja pandai mengatur taktik di medan perang, tapi bisa saja ia kalah di medan video game.

Jadi, paramerer untuk bisa dikatakan "punya otak" itu macam-macam. Kita tak lebih pintar dari orang lain. Tapi kita bisa lebih pandir atau dungu dari orang lain. Kan, kebodohan tak terbatas, katanya?

Hari ini di Tepi Gaza, kita punya lebih dari selusin manusia berotak. Di Iraq dan Suriah kita punya ahli agama dan sarjana. Di Amerika, di Nigeria, di Indonesia, kita punya potensi otak yang lebih dari cukup untuk tidak merasa lebih unggul.

Sayang, kita masih sama-sama bebal. Keanggunan akal pikiran kita hanya disibukkan dengan siapa memakan siapa. Siapa menghasut siapa. Siapa mencerca siapa...

Kita boleh tidak terima dikatakan tak berakal. Tapi jika kamu memakan sesamamu sendiri, apakah kamu masih sanggup memaklumi penalaran akalmu itu? Paling yang akan kamu lakukan adalah membela diri atas isme dan "kebenaran" versimu sendiri.

Jika kebenaran itu ada, bukankah ia dicari dengan ilmu, penelitian, kehadiran sejarah, dan bukan dengan pertumpahan darah? Dimana akal pikiranmu ketika kamu ingin menjadi benar, sementara kamu pasang dinding untuk sesuatu yang berbeda dan tak sesejuk apa yang ingin kamu dengar?

Potongan otak Einstein masih awet dan digunakan sebagai bahan penelitian. Tapi dunia bukan terdiri atas satu Einstein. Masih banyak otak dengan akal pikiran yang bisa dijadikan tinjauan penelitian. Seperti apakah itu?

Jika pada 1945 Einstein membantu merumuskan Bom Atom yang kemudian disesalinya sepanjang hidup, maka percayalah .... kamu tak perlu berbuat hal serupa untuk dikatakan punya akal pikiran yang layak untuk dikenang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar