Kamis, 23 Februari 2012

Harapan Harapan Besar


Harapan harapan besar
Apa yang kamu harapkan selama sisa waktumu ini?

Aku tanya demikian dan kamu mungkin akan mulai menghitung, memilah, memilih, mencari, mengangan angan, dan sebagainya. Tapi, bagaimana jika aku sampaikan, sisa waktumu itu tak banyak. Bagaimana jika itu tak lebih dari 72 jam? Apakah kamu masih akan memilah lagi?

: )

Harapan harapan besar itu sah dimiliki siapa pun di jagad raya. Aku, kamu, kita, dia, mereka, semua punya hak untuk itu. Aku pun sekali waktu ingin ke Inggris, sekedar berjalan menebas kabutnya atau menikmati adrenalin di Theatre of Dream.

Sekali waktu aku pun ingin, duduk di atas kereta yang mengular di kontur pegunungan. Menikmati sinar mataharinya yang jatuh di daun daun palem. Aku ingin semua, tapi aku punya batas.



Kamu pun demikian, kan? Ah, mungkin juga tidak.

Kalaulah aku - ya aku tak tahu sampai kapan waktuku - kuingin sekali menyematkan harapan harapan itu padamu saja. Matahariku, Bulanku, Hujanku, Malamku, Senjaku, Pagiku, Air Mataku, Mata Hatiku, ya ... hanya padamu seutuhnya.

Entahlah sudah. Ini malam yang sudah larut atau aku yang terlalu hanyut, tapi aku seperti sudah tak bisa lagi mencerna dan merasakan apa diriku sebenarnya. Aku hilang. Mati rasa. Aku ... entahlah.

Hanyalah kepadamu saja, harapan harapan itu akan aku berikan. Dan pada suatu hari yang sangat tenang nanti, kita akan pergi jauh mengembarai perjalanan kita. Menjauh dari riuh rendah sekitar kita tanpa perlu berkabar keberadaan kita. .

Mungkin kita ada Jogja, tapi esok di Semarang. Mungkin kita ada di Bandung, tapi esok di Palembang. Mungkin kita ada di sini, tapi esok telah di sana. Sampai pada suatu hari yang tenang nanti, kita menemukan diri kita di suatu tempat dimana kita bisa memandang segalanya, tapi dunia tak perlu tahu keberadaan kita.

Bagaimana denganmu? Ah, mungkin juga tidak ... 
Kamu memang pintar bermain misteri ... : )





Rabu, 15 Februari 2012

Bukuku di Ruanganku


“...In a good bookroom you feel in some mysterious way that you are absorbing the wisdom contained in all the books through your skin, without even opening them...”
- (Mark Twain) -



... Buku buku di kamarku yang saling menyandar. Entah untuk berapa lama kalian ada di dekat jendela sana. Berderet, saling berbaris berimpit, kadang tertiup angin yang merembet di sela tirai atau tak jarang juga terusap debu halus sehabis ibu kos menyapu lantainya...

... Kalianlah yang selalu di sana; fantasi dan realita yang silih berganti meremajai pandangan pikiran. Kalianlah dunia ideal yang seharusnya ada, tidak terbatas pada teritorial semata. Kalianlah, bumi bumi pribumi Jawa; kalianlah tanah tanah Canaan yang dijanjikan; dan kalian segala sifat dan gerak paling purba manusia....

... Pernah ada Steinbeck di sana; yang mengajarkan bahwa mimpi adalah benda tragis yang harus puas kita kenang kenangkan jauh di benak semata. Pernah terselip di sana seorang Chudori; perempuan yang membawa kita mengitari kangkangan kemuraman Paris di bulan Juni; atau sebutlah sang Divakaruni: bagaimana ia akrabi diri kita sebagai subjek subjek yang sadar atau tidak sadar adalah pelaku dari apa yang akan orang lain sebut itu dengan "kesalahan" - besar maupun kecil...

...  Selalu, aku ingin menjadi bagian dari mereka. Tertulis di setiap lembar kertasnya yang makin hari makin menguning. Tertata rapi di barisan kata mengejar bab demi bab. Biarlah, di sana tertulis tentang musim yang gersang, malam malam yang panjang, atau ah .. biar berimbang  .. bumbuilah sedikit saja di sana sini tentang kabar baik (seperti saat tiba tiba di pagi buta kabut menjuntai ke pangkuan bumi yang masih berembun).... 

.. Suatu hari nanti, semua pasti akan patah, atau sulit menikmati lagi sesuatu hal; kecuali deretan kata yang memang "harus" diperbincangkan dan merasa "waras" oleh karena membaca atau mendengarnya ...


* Alhamdulillah, masih bisa menulis .. : )