Ada orang yang kagum dengan mereka yang punya keberanian besar merencanakan sesuatu dan menuntaskannya. Menuju zona abu-abu bukan perkara mudah. Semua tahu itu. Selain tekad yang tangguh, rencana adalah hal yang membantu melewati perjalanan. Dan, celakanya, dia orang yang tidak terlalu suka merencanakan sesuatu.
Orang ini jelas bukan George Milton dalam Of Mice and Men yang - setidaknya - punya step-step rencana menabungkan sedikit demi sedikit penghasilannya sebagai buruh ranch untuk membeli rumah peternakan. Bagaimana ia tidak pergi ke bar atau mencari sundal agar uangnya tidak habis percuma lalu selamanya menggelandang. Rencana George adalah impian besar kala itu: lepas jadi buruh dan punya rumah sederhana di zaman American Dream.
Karena itulah orang ini kadang cemburu pada mereka yang menyusun rencana besar dan memutuskan berjalan di alurnya. Mereka pribadi-pribadi yang spekulatif tapi bukannya tanpa perhitungan. Mereka orang yang 'tertawa' tetapi sesungguhnya lebih siap ditertawakan. Dan mereka jarang membiarkan sesuatu, karena harus patuh pada pola.
Sistematis sekali, kan?
Bagaimana mungkin tujuan bisa dicapai kalau serampangan?
Orang ini nampaknya mendambakan hal yang teratur dan terukur. Sangkuni adalah contoh pola yang terstruktur itu. Begitu rapi ia mempersiapkan 'menguasai' Astina sejak Gandari diperistri adik Pandu. Bagaimana ia sengaja kalah di ronde awal permainan dadu agar Pandawa lengah untuk selanjutnya menghantam telak anak-anak Pandu itu. Lalu sesuai aturan main, ia mempreteli kewibawaan mereka dan 'mengendalikan' Astina lewat Duryudana.
Sementara, Puntadewa dan keempat adiknya tidak merumuskan sesuatu saat diusir dari Astina oleh Destarastra ke hutan pengasingan. Mereka tidak sistemis. Tidak berpola secanggih Profesor Sangkuni. Opo jare engkok. Hal yang kita ketahui kemudian, Puntadewa dengan bantuan Dewa Indra berhasil membangun imperium Indraprasta.
Karena itu saya kemudian menasihati orang ini. Ikut Puntadewa atau Sangkuni tidak ada yang salah. Pola tak selalu segaris, karena abstrak juga adalah pola. Masalahnya hanya keberanian melawan tanda tanya. Di sini saya teringat Soe Hok Gie. Begitu pun orang di depan saya yang tak lain diri saya sendiri.
***
di atas kereta, 13/09/15 19:10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar