Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian 'Kebudayaan' secara antropologis adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya. Di dalam KBBI, kata 'Kebudayaan' pun memiliki klasifikasi penjelasan yang lebih luas, seperti Kebudayaan Barat, Kebudayaan Agraris, dan sebagainya.
Sebagai hasil karya cipta, rasa, karsa, dan pengetahuan, kebudayaan tidak dapat dilepaskan dari manusia itu sendiri. Tidak mungkin kebudayaan muncul tanpa adanya ijtihad dan keinginan manusia. Fungsi kebudayaan, menurut saya, adalah usaha agar hal-hal yang dianggap memiliki nilai - materiil atau spiritual - dapat dilegalkan sebagai salah satu kepribadian dan ciri khas suatu kelompok. Budaya tersebut untuk selanjutnya disepakati bersama sebagai instrumen untuk mempertahankan ide, nilai-nilai, maupun cita rasa dari hal-hal dari luar.
Dalam perjalanannya kebudayaan suatu kelompok tentu akan berhadapan dengan kebudayaan lain di luar kelompoknya. Contoh sederhana saja, kalau orang Indonesia pergi ke Jepang tentu akan berhadapan dengan sake, kimono, sampai geisha. Orang Jawa yang biasa makan pecel tentu sedikit canggung ketika pertama kali makan susshi. Sebaliknya, orang Tokyo mungkin akan stres mengetahui betapa tidak on time-nya orang Jakarta saat meeting. Culture shock biasa dialami ketika seseorang yang belum terbiasa hidup di luar teritorinya tiba-tiba dihadapkan dengan gempuran nilai-nilai asing terhadapnya.
Dalam pergumulan budaya ini orang biasa menilai kebudayaan siapa yang lebih nyaman atau unggul. Orang Amerika bisa saja tergelitik geli melihat budaya orang Jawa yang cenderung 'malas', gemar mistis dan gampang kagum. Orang Barat yang adalah kakek buyut Revolusi Industri tidak mengenal Sabdo Palon, primbon, dan sikap sumarah. Bagi orang Barat, rasio itu penting dan waktu adalah kejar-mengejar antara penghasilan dan pemenuhan kebutuhan. Sementara bagi orang Jawa spiritualitas dan batin juga harus diolah, sambil terus bekerja.
Pencapaian setiap kebudayaan jelas berbeda. Bagi orang Jepang pencapaian seni senjata adalah samurai. Bagi orang Yogyakarta jelas adalah keris Kyai Kopek. Pencapaian kebudayaan orang Papua adalah honai, sementara bagi orang Eskimo adalah iglo. Pencapaian ini belum bisa digunakan untuk mengukur dan menentukan apakah samurai lebih unggul dari keris. Apakah budaya sweeter bulu dan kacamata rayben lebih baik daripada koteka.
Yang menjadi anggapan saat ini bahwa budaya si A lebih baik dari si B hanyalah konspirasi global terhadap norma-norma umum dunia modern, seperti cara berbusana, tingkat edukasi, maupun strata kelompoknya dalam piramida ekonomi.
Sementara itu, perbedaan pencapaian kebudayaan dilihat darimana kultur itu tumbuh. Kapan dan bagaimana kondisi setempat. Kadangkala, kita sering terkecoh dan merasa pencapaian budaya kita lebih unggul dari masyarakat yang tidak terjangkau televisi. Parameter kita antara lain jangkauan informasi yang kita terima lebih banyak karena kita punya internet dan karena - dalam situasi tertentu - kita berpakaian lebih modern. Padahal, pencapaian kebudayaan juga menyangkut tata kelola sosial, karakter, bahkan remeh temeh urusan rumah tangga. Dalam satu kasus yang sama, seorang bersweeter bulu belum tentu semahir seorang berjarik dalam urusan ngemong bayi menangis.
*
Karena kebudayaan adalah manusia itu sendiri, maka tidak akan elok jika membandingkan superioritas budaya yang satu dengan yang lain. Di Indonesia sendiri, jauh sebelum globalisasi merobohkan batas-batas, kita telah mengenal akulturasi dan sinkretisme budaya. Bahkan dalam edukasi beragama yang dilakukan oleh Wali Songo saat meng-Islamkan tanah Jawa.
Masyarakat kita adalah masyarakat yang kaya. Primordialitas yang kita miliki hendaknya adalah media yang baik untuk penyelenggaraan kebudayaan nasional yang akan menjadi sumbangan bagi kebudayaan dunia. Bukankah lebih penting kebudayaan Indonesia di mata internasional ketimbang kebudayaan yang terkotak-kotak?
Sambil berharap bahwa penelitian Stephen Hawking terhadap kemungkinan kebudayaan makhluk astral di planet luar menemui hal yang menggembirakan. Mungkin nanti akan tiba masanya: Kebudayaan Semesta.
* * *
p.s.: Danke, Kak Ruth. Teman berbalas twit yang asyik.