Rabu, 06 Mei 2015

Longing




Bagaimana relasi sebenarnya antara Manusia dengan Tuhan itu? Ketika Tuhan menciptakan sesuatu sehingga ia bernama Ada, apakah Manusia itu tahu dan mengerti bagaimana Penciptanya?

Manusia berada dalam kebutaan sekaligus kerinduan yang nyata tentang Tuhannya. Tentang dzat yg memberi ruh dan kesempatan. Kepada apa / siapa Manusia melabuhkan kangen itu? Bagaimana manifestasi meluruhkan rindu yg bergulung itu?

Sementara Dia, dzat yang Maha itu, memberi mereka kasih sayang terus-menerus. Menganugerahi rasa, asa, nyawa kepada mereka yang hanya tanah itu. Dengan apa Manusia ini membalas? Kangen kami adalah kesadaran kelemahan kami yang ingin memandang jagad tapi pandangannya terbatas.

Jangankan memandang jagad, sekedar rasa ingin tahupun, kami tak berdaya. Lihatlah Musa. Ia yang kelas wahid pun tak kuasa. Lantas dengan apa kangen itu tertuntaskan, Tuhan?

Ah, mungkin kami yang khilaf. Terlalu merujuk rupa. Tak ingat intinya. Hakikatnya.

Karena kami dibesarkan dalam konteks ada yang kasat mata. Yang fisik. Yang dapat diraba. Lupa bahwa Ada tak selalu yang berdimensi. Ada juga tentang yang Tiada. Karenanya, kangen kami mudah putus kala berhadapan dengan yang fisik. Sementara Engkau berbeda.

Tentang itupun kami bahkan harus bersilang pendapat.

Kami ramai mengira Engkau dari Arab, Mesir, Babilon. Tak kurang seribu zaman kami bertikai. Tapi itulah kangen kami kepadaMu yang Maha Satu. Manusia terlalu sibuk mengeksklusifkan, sementara tanpa disadari Dia ada untuk semesta alam. Dia ada untuk semua umat. Kamilah yang terlalu naif.

Relasi kami denganMu kadang putus karena kecerobohan kami. Kami mengira Engkau telah tiada. Sementara Engkau bahkan lebih dekat dari nadi kami.

Ah, Tuhan, diantara semua ini, aku teringat Sapardi: "MencintaiMu, harus menjelma aku..."