Senin, 13 April 2015

NOL




Ini hari hujan. Bau humus basahnya memuar. Wangi. Tetes-tetes malaikat kecil berlomba-lomba menjatuhkan diri dari karung mendung kembali ke pelukan bumi. Ke pelukan asal. Ke sebermula. Kembali kepada Nol.

Nol, bukan saja soal bilangan yang ditemukan kali pertama oleh ahli matematika Arabia lalu dikembangkan oleh bangsa Barat ke dalam khasanah perhitungan dan rumus. Lebih dari itu, Nol adalah tentang awal dan akhir. Nol adalah ada yang juga tiada. Nol adalah milestone sebelum ide, sejarah, atau jejak langkah menapak ke angka 100, ke 1000, ke 1.000.000.

Nol dalam alam semesta adalah Tuhan. Dzat yang sudah ada sebelum yang bernama “ada” itu ada. Dzat yang menciptakan angka 1 sebagai jumlah dari bintang bernama Matahari. Arsitek Agung yang membisikkan angka 6.630 – 120.700 km kepada para astronom sebagai rentangan Cincin Saturnus di atas atmosfernya. Tuhan adalah bilangan tunggal, tak terhingga, sekaligus tak terbagi.  

Kulihat, hari ini, engkau telah menempuh ribuan kilometer. Tapi, sejauh apa engkau berlari, setinggi apa mendaki, sudahkah engkau bertemu Nol-mu? Tentu kau ingat The Beatles, kan? Merekalah yang telah bertemu dengan Nol-nya. John, Paul, George, dan Ringo memilih pulang kepada Nol saat bercerai di akhir ’60-an. Mereka mengubur jutaan recording, ratusan pesta, dan gelar yang lebih ngetrend ketimbang Yesus, lalu kembali kepada yang sebermula. Ya, kurasa Nol bagi John, George, Paul dan Ringo adalah freedom ego yang selama ini terpenjara oleh sebuah icon bernama Beatles.

Tanpa John, Paul, George, dan Ringo, The Beatles menjadi suwung. Rest in peace. Seperti air yang ditinggalkan oleh zat cairnya saat menguap. Seperti uap yang ditinggalkan sifat gasnya ketika terkondensasi menjadi hujan. Seperti raga yang hampa saat ruhnya mati. Nol, juga adalah tentang pulang.

Nah, engkau, sudahkah kembali kepada Nol-mu?