Ada satu kebiasaan Ibuku yang kadang sering membuatku gemas
melihatnya. Ibu gemar “mengoleksi” barang barang “bekas” yang kalau
menurut umur ekonomis sudah memang waktunya masuk tempat sampah atau
museum. :D
Seperti ketika aku pulang dari Jember membawa
botol plastik teh Sosro, beliau alih alih membuang botol kosong itu tapi
malah menyimpannya. Begitu seterusnya, hingga jika Kamu melihat rak
dapur kami, pasti ada makhluk naas itu nangkring atau mejeng di salah
satu sudut dapur.
Pernah aku tanyakan: ”Buat apa nyimpen beginian? Dibuang ae wis ...”
Dan biasanya aku langsung mengambil satu - dua botol itu lalu membuangnya. Eh, .... dipungut lagi sama si Ibu.... :D

”Eman,
...kan bisa buat pot kembang-kembangan,” katanya. ”Dikelumpukno, biar
nanti kalau sewaktu waktu butuh, kamu kan nggak bingung...”
Haiyah .... -,-”
Aku
kehilangan kata kata sudah. Pasrah. Entah akan ada kejadian luar biasa
macam apa nanti hingga aku harus berterima kasih pada botol botol bekas
itu ... Hehehe ... :D
Jika kemudian dikulik lebih dalam,
botol plastik bekas hanyalah pranata luarnya saja. Di rumah kami masih
ada sofa merah usang, rak pajangan tv, almari pakaian, meja belajar,
keranjang seserahan lamaran, kardus kue PKK, botol minyak bekas, dasi
zaman SMA, jas milik Bapak, sampai blek (kaleng) wafer Nissin punya
tempatnya sendiri sendiri.
Dan, masing masing mereka punya cerita sendiri .... : )
Sofa
merah usang yang kini tinggal 2 potong itu bisa dibilang adalah sofa
pertama yang kami punyai di Sawojajar. Kuingat, di sofa itulah kami
biasa meluangkan waktu. Menggendong Salsa ketika ia baru lahir, menerima
tamu dengan beragam perangai, dan sebagainya.
Rak
pajangan tv itu malah jauh lebih tua dari usiaku sendiri. Dari sebuah
fotograf yang diambil pada 1989, rak itu sudah menjadi background foto
Bapak ketika menggendong aku yang masih berumur 2 tahun. Di situ, catnya
masih terlihat bagus. Masih mulus. Tidak berdebu, daun lemarinya belum
rusak, dan tidak ada tempelan stiker Power Rangers seperti sekarang.
Lalu
meja belajar yang justru aku tak pernah bisa belajar tenang di sana
(memangnya aku rajin belajar? Haha ... :D), keranjang bekas seserahan,
album foto, pigura wayang, bahkan sampai blek hitam wafer Nissin itu
entah menyimpan kenang kenangan apa untuk Ibu.
Mereka
telah menjadi bagian dari keluarga kami setahun, sewindu, bahkan lebih
dari sepuluh tahun. Mungkin, jika benda benda itu bisa berbicara, mereka
akan bercerita lebih jauh dari penuturanku sekarang.
Di
dunia ini, Kamu mungkin bisa membeli apa saja, tapi ... tidak dengan
benda kenang kenangan. Nilai mereka bukan ditentukan dari banyaknya
Rupiah, tapi dari kebersamaan, cinta, suka duka, dan perasaan
membutuhkan.
Itu yang takkan bisa dibeli...