Sabtu, 08 Oktober 2011

Tentang: Ibu dan Rahasianya ...



Pada suatu sore, ketika matahari sayup sayup menenggelamkan diri di ufuk Barat. Ketika jam kantor sudah sedikit reda dari traffic selama delapan jam.

“Aku jadi pengen ketemu ibune sampean, mau nanya: gimana caranya mendidik anak supaya bisa berhasil kayak sampean ... “, begitu kira kira kalimat yang keluar dari mulut si Mbak pada suatu sore itu.

Aku tercenung, tapi berusaha acuh saja. Aku pikir, si Mbak cuma sedang asal saja bicara. Tapi salah, nampaknya si Mbak serius. Sambil merapikan dan menyusun berkas ia menambahkan: “Pasti ibunya sampean bangga, anaknya sukses. Apa sih rahasianya?”

Rahasianya? Humm... kata itu menggelitik sekali. Iya, rahasia apa yang membuat seorang ibu bisa menjadikan anaknya sukses. Setidaknya, si anak sukses berdiri di atas kakinya sendiri. Mandiri, orang bilang. Bisa menafkahi dirinya sendiri (dan terlebih anak istrinya).



Kalau menilik ke belakang, memang tak dapat dipungkiri pengorbanan seorang ibu begitu luar biasa. Sejak dari ia mengandung, melahirkan, menyusui, menimang, membersihkan popok bau, memandikan ... ah, coba lihat ... itu yang baru di kisaran anak berusia balita. Coba diandai andai: kalau sampai Kamu berumur seusia sekarang, betapa besar pengorbanan dan kegigihan seorang ibu untuk mencintaimu.

Kalau ibuku sendiri, dia bukan orang berpendidikan tinggi. Bukan sarjana. Bukan ahli apapun. Ia tumbuh dan mengakar pada budaya pedesaan. Yang menjadi pegangan hanya pepatah leluhur dan kebijaksanaan ajaran agama Allah. Tapi di luar itu semua, dia tetaplah perempuan yang tahu bagaimana menjadi dirinya sendiri.

Ibu tahu bagaimana caranya untuk berbohong. Lihai menyembunyikan sesuatu yang khawatir akan membuat anaknya cemas dan jatuh. Ibu tahu bagaimana menenangkan hati anaknya ketika ia tahu bahwa keadaan sedang sulit. Ibu juga tahu bagaimana membuat anaknya selalu kembali pulang dengan menyanggupi akan memasakkan sekedar nasi kuning atau lentho atau orem orem tempe.

Dan Ibu juga tahu bagaimana ia harus teguh berjalan dengan kakinya sendiri ketika takdir Allah menghendaki seorang yang menjadi penyeimbang dan penopang langkahnya pergi.

“Apa mas rahasianya?” si Mbak bertanya lagi.

“Rahasianya, ya ... si Ibu memainkan perannya sebagai Ibu dengan sebaik baiknya. Itu saja. Nggak ada Ibu yang gagal,” jawabku.

Si Mbak masih kurang percaya. Ditawarkannya problem problem antara lingkungan si ibu dan anak. Menurutnya pasti ada sesuatu yang lebih logis dari jawaban ambiguku itu. Hehehe.... Tapi, ia kemudian menyudahi sendiri pembicaraannya. 

Seiring dengan hal itu matahari kini benar benar tenggelam di peraduan Barat.


* P.S.:
1. Untuk Ibu di rumah: terima kasih ya, Bu ... maafkan anak lelakimu yang belum bisa jadi orang yang baik ini ...
2. Untuk sahabat sahabatku yang sudah dan akan menjadi seorang ibu: be a great mom, ya ... : )