Pada suatu sore,
ketika matahari sayup sayup menenggelamkan diri di ufuk Barat. Ketika jam
kantor sudah sedikit reda dari traffic selama delapan jam.
“Aku jadi pengen
ketemu ibune sampean, mau nanya: gimana caranya mendidik anak supaya bisa
berhasil kayak sampean ... “, begitu kira kira kalimat yang keluar dari mulut
si Mbak pada suatu sore itu.
Aku tercenung, tapi
berusaha acuh saja. Aku
pikir, si Mbak cuma sedang asal saja bicara. Tapi salah, nampaknya si Mbak
serius. Sambil merapikan dan menyusun berkas ia menambahkan: “Pasti ibunya
sampean bangga, anaknya sukses. Apa sih rahasianya?”
Rahasianya?
Humm... kata itu menggelitik sekali. Iya, rahasia apa yang membuat seorang ibu
bisa menjadikan anaknya sukses. Setidaknya, si anak sukses berdiri di atas
kakinya sendiri. Mandiri, orang bilang. Bisa menafkahi dirinya sendiri (dan
terlebih anak istrinya).
Kalau menilik ke
belakang, memang tak dapat dipungkiri pengorbanan seorang ibu begitu luar
biasa. Sejak dari ia mengandung, melahirkan, menyusui, menimang, membersihkan
popok bau, memandikan ... ah, coba lihat ... itu yang baru di kisaran anak
berusia balita. Coba diandai andai: kalau sampai Kamu berumur seusia sekarang,
betapa besar pengorbanan dan kegigihan seorang ibu untuk mencintaimu.
Kalau ibuku sendiri,
dia bukan orang berpendidikan tinggi. Bukan sarjana. Bukan ahli apapun. Ia
tumbuh dan mengakar pada budaya pedesaan. Yang menjadi pegangan hanya pepatah
leluhur dan kebijaksanaan ajaran agama Allah. Tapi di luar itu semua, dia
tetaplah perempuan yang tahu bagaimana menjadi dirinya sendiri.
Ibu tahu
bagaimana caranya untuk berbohong. Lihai menyembunyikan sesuatu yang khawatir
akan membuat anaknya cemas dan jatuh. Ibu tahu bagaimana menenangkan hati
anaknya ketika ia tahu bahwa keadaan sedang sulit. Ibu juga tahu bagaimana
membuat anaknya selalu kembali pulang dengan menyanggupi akan memasakkan
sekedar nasi kuning atau lentho atau
orem orem tempe.
Dan Ibu juga tahu
bagaimana ia harus teguh berjalan dengan kakinya sendiri ketika takdir Allah
menghendaki seorang yang menjadi penyeimbang dan penopang langkahnya pergi.
“Apa mas
rahasianya?” si Mbak bertanya lagi.
“Rahasianya, ya
... si Ibu memainkan perannya sebagai Ibu dengan sebaik baiknya. Itu saja.
Nggak ada Ibu yang gagal,” jawabku.
Si Mbak masih
kurang percaya. Ditawarkannya problem problem antara lingkungan si ibu dan
anak. Menurutnya pasti ada sesuatu yang lebih logis dari jawaban ambiguku itu. Hehehe....
Tapi, ia kemudian menyudahi sendiri pembicaraannya.
Seiring dengan hal itu matahari kini benar benar tenggelam di peraduan Barat.
Seiring dengan hal itu matahari kini benar benar tenggelam di peraduan Barat.
* P.S.:
1. Untuk Ibu di rumah: terima kasih
ya, Bu ... maafkan anak lelakimu yang belum bisa jadi orang yang baik ini ...
2. Untuk sahabat sahabatku yang sudah dan akan
menjadi seorang ibu: be a great mom, ya ... : )